Clara Wanita Indonesia Penakluk Everest

Kisah Clara Sumarwati, Wanita Indonesia Pertama Yang Menaklukan Everest

Clara Sumarwati Wanita Indonesia Pertama Penakluk Everst
sumber dari: twitter

Clara Sumarwati (lahir di Jogjakarta6 Juli 1967; umur 49 tahun) adalah pendaki gunung asal Indonesia. Clara mencatatkan diri sebagai pendaki gunung wanita dari Indonesia dan Asia Tenggara pertama yang berhasil mencapai puncak Everest pada tahun 1996.
Clara adalah anak ke-6 dari 8 bersaudara pasangan Marcus Mariun dan Ana Suwarti. cita-cita Clara sewaktu kecil adalah menjadi ahli hukum, tetapi ia tidak bisa menolak ketika kakak laki-lakinya menyekolahkannya di Universitas Atmajaya jurusan Psikologi Pendidikan.

Dia mengawali cerita mulai ketika menjadi mahasiswa di Universitas Atmajaya Jakarta jurusan Psikologi Pendidikan, justru belum tertarik dengan unit kegiatan pecinta alam. Dia malah menjadi anggota dari resimen mahasiswa (Menwa). 
Baru setelah lulus tahun 1990, cita-citanya menjadi guru BP harus ditanggalkan terlebih dahulu dan berganti haluannya gabung dengan ekspedisi pendakian ke puncak Annapurna IV 7.535 mdpl di Nepal. Pada tahun 1991 rekannya, Aryati, berhasil mencatatkan diri sebagai perempuan Asia pertama yang mencapai puncak tersebut. Pada Januari 1993, Clara bersama tiga pendaki putri Indonesia lainnya menaklukkan puncak Aconcagua (6.959 meter) di pegunungan Andes, Amerika Selatan. 

Petualangan mendaki Everest 1996 sebenarnya bukan pertama, tahun 1994 dia pernah melakukannya tapi gagal. Di tahun itu dia begabung bersama lima orang dari tim PPGAD (Perkumpulan Pendaki Gunung Angkatan Darat) untuk menaklukkan gunung es itu. Tapi baru sampai diketinggian 7.000 meter karena terhadang kondisi medan sulit dan berbahaya di jalur sebelah selatan Pegunungan Himalaya (lazim disebut South Col). ’’Saya justru tertantang dengan kegagalan itu. Saya akhirnya sukses mencapai puncak pada 1996,’’ kenang Clara. 

Clara pertama dirawat di RSSM pada 1997 atau satu tahun setelah menaklukkan Everest kemudian dirawat empat bulan kondisinya membaik dan diperbolehkan pulang. Pada tahun 2000 kambuh lagi dan setelah dirawat enam bulan kondisinya membaik dan diperbolehkan pulang. Tahun 2014 masuk ke RSSM. Selama menjadi pasien dia seringkali bercerita keberhasilannya menaklukkan Gunung Everest. Namun, ceritanya kerap diabaikan oleh perawat atau dokter karena dianggap halusinasi atau khayalan. Bahkan keluarganya sendiri juga menutup-nutupi soal informasi itu. 

Belakangan ternyata keperkasaan Clara adalah sebuah kenyataan. Setelah Deputi Kepeloporan Pemuda, Menteri Negara Pemuda dan Olahraga, Dr Amir Hamzah MHum, berkunjung ke rumah sakit mengenali Clara.  Kedatangan Tim Deputi dalam rangka penilaian Pemuda Pelopor Bidang Seni Budaya dan Pariwisata, Poppy Safitri sebagai salah satu wakil Jateng yang maju ke tingkat nasional. Di RSSM Poppy mengajar tari pasien wanita, sehingga tim penilai melihat aktivitas pemebelajaran itu. Dan Clara adalah salah satu siswanya. 

Tim Deputi mengenali sosok perempuan perkasa itu dan Clara sendiri juga mengenali mereka. Akhirnya, pihaknya benar-benar percaya, dialah wanita yang menaklukkan Everest. 
Sejak saat itu semua pihak di RSJ Soerojo, termasuk para dokter dan pejabat lainnya, mempercayai pengakuan Carla. Selama ini mereka menyangka Carla hanya mengarang cerita bahwa dirinya pernah mendaki gunung tertinggi di dunia itu.

salah satu penyebab Clara mengalami stres berat karena kurangnya penghargaan dari sisi materi atas prestasi hebatnya selama ini. Pada awal masuk rumah sakit, sering marah-marah dan halusinasi.
Ini diakui dokter Haryono Padmo Sudiro Spk, yang merawatnya. ’’Pemicunya antara lain dia punya prestasi mendaki Mount Everest, tetapi dia merasakan kurang dihargai oleh lingkungan. Dia tidak dihargai bahwa pernah ke sana,”

Menurut Haryono, kekesalan itu menimbulkan rasa frustasi pada diri Clara. Dokter itu menepis dugaan gangguan jiwa Clara disebabkan faktor keturunan. Tidak ada keluarga Clara mempunyai riwayat mengidap penyakit jiwa. 

Faktor lain bisa menjadi penyebab adalah sejumah peristiwa dalam proses pendakian Clara. Menurut Haryono, Clara mengaku sempat membuka alat pernapasan saat berada di puncak Everest,Itu merupakan faktor ketegangan-ketegangan yang bisa menimbulkan orang tension atau coincident, yaitu mengalami kejadian menakutkan. Sebab kekurangan oksigen menyebabkan rasa nyeri tidak karuan. 

Bendera merah putih yang dikibarkan di puncak mengharumkan nama bangsa ini. Dengan taruhan nyawa dia menggapai angkasa di puncak gunung es. Tapi setelah kembali ke Indonesia, dia hanya mendapatkan selembar kertas penghargaan Bintang Nararya atas prestasi gemilang itu.


EmoticonEmoticon